Profil Desa Cikakak

Ketahui informasi secara rinci Desa Cikakak mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.

Desa Cikakak

Tentang Kami

Profil Desa Wisata Cikakak, Wangon, Banyumas. Mengupas pesona Masjid Saka Tunggal sebagai cagar budaya, interaksi unik dengan kera ekor panjang yang dikeramatkan, dan tradisi agung Jaro Rojab yang menjadikan desa ini destinasi wisata religi dan budaya ter

  • Pusat Wisata Religi dan Budaya Terkemuka

    Desa Cikakak merupakan salah satu desa wisata paling terkenal di Jawa Tengah, dengan daya tarik utama pada Masjid Saka Tunggal Baitussalam, sebuah cagar budaya nasional yang sarat akan nilai sejarah, arsitektur, dan spiritual.

  • Harmoni Tiga Pilar Unik

    Pesona desa ini dibangun di atas tiga pilar yang tidak terpisahkan: sejarah (Masjid Saka Tunggal dan makam Kyai Mustolih), alam (ratusan kera ekor panjang yang hidup bebas dan dikeramatkan), dan budaya (tradisi tahunan Jaro Rojab yang spektakuler).

  • Model Desa Wisata Berbasis Kearifan Lokal

    Perekonomian desa ini bertumpu pada pariwisata yang dikelola oleh komunitas (Pokdarwis), menjadi contoh sukses bagaimana kearifan lokal, pelestarian alam, dan warisan budaya dapat menjadi motor penggerak ekonomi yang berkelanjutan.

Pasang Disini

Di tengah perbukitan sejuk Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, terdapat sebuah desa yang namanya telah menggema jauh sebagai destinasi spiritual dan budaya yang unik: Desa Cikakak. Desa ini bukan sekadar permukiman biasa, melainkan sebuah panggung hidup di mana sejarah, keyakinan dan alam menyatu dalam harmoni yang langka. Ditetapkan sebagai Desa Wisata, Cikakak menjadi magnet bagi ribuan peziarah, wisatawan, dan peneliti setiap tahunnya, yang datang untuk menyaksikan perpaduan antara kesakralan masjid kuno, tingkah polah ratusan kera yang hidup bebas, dan kekayaan tradisi yang terus dijaga.

Desa Cikakak adalah bukti hidup bahwa warisan leluhur dan kelestarian alam dapat menjadi sumber kekuatan ekonomi dan identitas yang membanggakan. Profil ini akan mengupas tuntas tiga pilar utama yang membentuk pesona abadi Desa Cikakak, serta dinamika masyarakatnya dalam mengelola anugerah tersebut.

Masjid Saka Tunggal Baitussalam: Pilar Sejarah dan Spiritualitas

Jantung dari Desa Cikakak adalah keberadaan Masjid Saka Tunggal Baitussalam. Didirikan sekitar tahun 1288 Masehi oleh Kyai Mustolih, seorang ulama penyebar agama Islam, masjid ini diyakini sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia. Statusnya sebagai Cagar Budaya Nasional menegaskan betapa pentingnya nilai sejarah yang dikandungnya.

Keunikan masjid ini terletak pada beberapa aspek fundamental:

  • Saka Tunggal (Pilar Tunggal)
    Sesuai namanya, masjid ini hanya ditopang oleh satu tiang utama di tengah ruangan. Tiang tunggal ini bukan sekadar konstruksi, melainkan simbol filosofis yang mendalam tentang keesaan Tuhan (tauhid).
  • Arsitektur Akulturatif
    Bangunan masjid menampilkan perpaduan harmonis antara arsitektur Jawa-Hindu dan Islam. Dindingnya yang terbuat dari anyaman bambu, atap ijuk, dan ukiran-ukiran kayu yang khas mencerminkan proses penyebaran Islam di tanah Jawa yang damai dan menghargai budaya lokal.
  • Tanpa Pengeras Suara
    Hingga kini, azan dan seruan salat di masjid ini masih dikumandangkan secara alami tanpa bantuan pengeras suara, menjaga otentisitas dan kesakralan yang telah berlangsung selama berabad-abad.

Di kompleks masjid ini juga terdapat makam Kyai Mustolih yang menjadi tujuan utama para peziarah untuk berdoa dan mencari berkah.

Kera Ekor Panjang: Penjaga Setia dan Daya Tarik Alami

Elemen kedua yang tidak dapat dipisahkan dari Cikakak ialah ratusan kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang hidup bebas di hutan sekitar masjid. Keberadaan mereka bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari legenda dan kearifan lokal yang diyakini secara turun-temurun.

Masyarakat setempat percaya bahwa kera-kera tersebut merupakan keturunan dari para santri (murid) Kyai Mustolih yang dikutuk karena tidak patuh. Terlepas dari mitos tersebut, masyarakat memperlakukan kera-kera ini dengan penuh hormat. Mereka dianggap sebagai "penjaga" setia masjid dan makam. Interaksi antara manusia dan kera di sini sangat unik:

  • Hidup Berdampingan
    Kera bebas berkeliaran di halaman masjid, memanjat atap, dan berinteraksi dengan pengunjung, menciptakan pemandangan yang tidak akan ditemukan di tempat lain.
  • Memberi Makan
    Pengunjung sering kali membawa kacang, pisang, atau makanan lain untuk diberikan kepada kera, menjadi sebuah atraksi tersendiri.
  • Menjaga Kelestarian Hutan
    Keberadaan kera yang dikeramatkan ini secara tidak langsung mendorong masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan di sekitarnya, karena hutan tersebut adalah habitat alami mereka.

Jaro Rojab: Puncak Perayaan Budaya dan Gotong Royong

Setiap tahun, pada hari Jumat Kliwon di bulan Rajab dalam kalender Hijriah, Desa Cikakak menggelar sebuah perhelatan akbar yang disebut Tradisi Jaro Rojab. Acara ini merupakan puncak dari kehidupan budaya desa dan menjadi magnet yang menarik puluhan ribu pengunjung.

"Jaro Rojab" secara harfiah berarti "Pagar Rajab". Esensi dari tradisi ini ialah mengganti pagar bambu yang mengelilingi kompleks Masjid Saka Tunggal. Namun prosesinya jauh lebih dari sekadar kerja bakti biasa:

  1. Pengambilan Bambu
    Prosesi dimulai dengan pengambilan bambu dari kebun-kebun warga.
  2. Kirab Jaro
    Bambu-bambu tersebut kemudian diarak dalam sebuah kirab (pawai) meriah oleh ribuan warga dari berbagai lapisan masyarakat, diiringi dengan musik tradisional dan doa.
  3. Pemasangan Pagar
    Puncaknya adalah proses pemasangan pagar bambu baru secara gotong royong, menggantikan pagar lama yang telah lapuk.

Tradisi ini sarat akan makna filosofis, yaitu sebagai simbol pembersihan diri, pembaruan semangat, dan penguatan kembali ikatan sosial dan gotong royong di antara masyarakat.

Desa Wisata: Ekonomi Kreatif Berbasis Kearifan Lokal

Status sebagai Desa Wisata telah mengubah lanskap ekonomi Desa Cikakak. Pariwisata menjadi sumber pendapatan utama bagi banyak keluarga, yang dikelola secara kolektif melalui Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).

  • Peluang Usaha
    Warga membuka warung-warung yang menjual makanan khas, toko suvenir, dan menyediakan jasa parkir kendaraan.
  • Pemandu Lokal
    Pemuda desa berperan sebagai pemandu wisata, menceritakan sejarah masjid dan kearifan lokal kepada para pengunjung.
  • Retribusi dan Pendapatan Desa
    Pendapatan dari tiket masuk dan parkir dikelola secara transparan untuk pemeliharaan fasilitas dan kas desa, yang kemudian digunakan kembali untuk pembangunan.

Meskipun pariwisata menjadi primadona, sebagian masyarakat masih mempertahankan mata pencaharian tradisional mereka di sektor pertanian, dengan menanam komoditas seperti cengkeh dan kelapa di perbukitan sekitar desa.

Tata Kelola dan Tantangan Pelestarian

Popularitas yang tinggi datang dengan serangkaian tantangan. Pemerintah Desa Cikakak bersama Pokdarwis dan pemangku kepentingan lainnya terus berupaya menyeimbangkan antara promosi pariwisata dan pelestarian.

  • Manajemen Pengunjung
    Mengatur alur ribuan pengunjung, terutama saat acara Jaro Rojab, agar tetap tertib dan tidak merusak situs.
  • Pengelolaan Sampah
    Sampah yang ditinggalkan wisatawan menjadi isu serius yang memerlukan sistem pengelolaan yang efektif.
  • Interaksi Manusia-Kera
    Mengedukasi pengunjung untuk berinteraksi dengan kera secara bijak agar tidak terjadi insiden seperti gigitan atau pencurian barang.
  • Menjaga Otentisitas
    Menjaga agar nilai-nilai spiritual dan kesakralan situs tidak tergerus oleh arus komersialisasi yang berlebihan.

Mahakarya Hidup dari Warisan dan Alam

Desa Cikakak bukan sekadar destinasi, melainkan sebuah mahakarya hidup yang terjalin dari benang-benang sejarah, spiritualitas, budaya, dan alam. Kemampuannya untuk merawat warisan leluhur sambil membukanya sebagai sumber ilmu dan ekonomi bagi dunia luar menjadikannya teladan yang luar biasa. Masa depan Desa Cikakak akan bergantung pada seberapa baik generasi penerusnya dapat menjaga keseimbangan yang rapuh ini: terus menyambut dunia dengan tangan terbuka, sambil tetap melindungi jiwa otentik yang membuat Cikakak begitu istimewa.